Sabtu, 16 Februari 2019

Elegi 2

Muhammad Dira Arghani, aku mendengar segala tentangnya dari temanku. Dia yang terlihat dingin tapi sangat ramah terhadap siapapun, dia yang selalu bisa mengontrol kelakuan teman-temannya ketika sudah mulai menggila dan dia yang tak pernah terlihat jalan dengan 1 wanita pun.

Ku pikir terlalu membuang waktu untuk terus mendengar mereka (teman-temanku) membicarakan dia, tapi semakin sering telinga di isi cerita ini itu tentang dia, sampai seringnya aku lihat dia duduk di bawah pohon dekat taman dengan buku serta kertas origaminya, padahal semua temannya sedang bernyanyi. Aku lalu terjebak dan mulai merasa penasaran kenapa karakter nya begitu tenang? kenapa seakan dia tidak terganggu dengan suara bising teman-temannya.

Aku terus menepis rasa penasaran itu, semakin berjalannya waktu aku pun mulai masa bodo. Meskipun ada rasa ingin mendekat ketika dia duduk sendiri dan sibuk dengan origaminya.

Sampai tiba satu hari, ketika aku jalan terburu-buru karena mengejar waktu. Bel sebentar lagi berbunyi tapi suara teriakan itu akhirnya mampu memberikan ku.

"hey ra, ini ada salam dari babang ghani"

Itu reza, sudah pasti karena suara begitu menggelegar (kakak kelas satu itu toaknya)

Otomatis langkah ku hentikan, menoleh dan tersenyum tanpa membalas ucapan kak reza lalu aku arahkan mataku untuk melihat kak ghani, dia hanya senyum lalu berucap
"gak usah di dengerin, reza rese. Silahkan jalan lagi"

Aku sempat terpaku, mata itu sehitam jelaga. Tatapannya seakan menawarkan kehangatan dan perlindungan, mata itu terlalu tenang namun sirat akan kenyamanan.
Pipiku bersemu, menundukan kepala lantas melangkah menjauh diiringi kelakar dari teman-teman kak ghani yang menyebalkan itu.

Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa, sampai tiba waktunya istirahat, aku dan keza teman sebangku ku lansung berjalan menuju kantin dan mengambil posisi duduk di pojok.
Ku buka buku "sajak terakhirku" buku kumpulan puisi-puisiku. Menulis dan larut sampai ada seseorang berdiri menghalangi pandangan, spontan aku menengadah dan betapa terkejut nya aku ketika kak ghani berdiri di sana dengan pandangan teduh dan senyuman yang... manis banget.

Dia meletakkan sebotol minuman dengan 1 origami di bawahnya
"di minum ya" lalu pergi setelahnya.

Aku masih diam kaku, duduk tegap lalu mengambil kertas origami itu, ku buka lalu di dalamnya ada tulisan...




Kita adalah dua karsa yang bahkan tak berhak untuk sekadar melontarkan kalimat rindu, karena yang kita butuhkan lebih dulu adalah sebuah te...